Mapos, Polman – Media sosial semestinya dimanfaatkan untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan menyebarkan konten-konten positif. Sayangnya, beberapa pihak memanfaatkannya untuk menyebarkan informasi yang mengandung konten negatif.
Jika hal tersebut dibiarkan, dikhawatirkan akan membahayakan generasi muda. Menyadari hal tersebut, sudah banyak kelompok yang secara proaktif mengajak masyarakat agar lebih cerdas menggunakan media sosial.
Pemerintah juga terus berupaya untuk mengurangi penyebaran hoax atau berita palsu dengan cara menyusun undang-undang yang di dalamnya mengatur sanksi bagi pengguna internet yang turut menyebarkan konten negatif.
Selain itu, Dari jajaran Polres Polman, melalui Reskrim juga turut mengedukasi masyarakat untuk meningkatkan literasi digital, salah satunya melalui pembagian stiker cegah ‘Hoax’ pada kendaraan roda dua dan empat.
“Tujuan utama adalah membentuk generasi muda agar mempunyai kecerdesaan literasi digital yang tinggi. Dengan cara itulah anak-anak muda tidak gampang dipengaruhi oleh berita-berita hoaks yang dapat melunturkan persatuan dan kesatuan bangsa,” ujar Kasat Reskrim Polres Polman AKP Niky Ramdhani.
Dia mengatakan, internet telah membuat informasi berkembang lebih jauh. Dalam hitungan jam, satu topik bisa berkembang lebih luas.
“Misalnya saja berita yang berkembang soal politik. Dalam hitungan jam, berapa hari, berita berkembang luas, bahkan ada yang menjadi hoaks. Masuk ke ranah-ranah lain, seperti untuk penyadapan dan lain-lain,” ujarnya. Sabtu (13/10/2018).
“Hoaks tersebut sangat viral, padahal tidak ada hubungannya. Baru hitungan hari saja sudah berubah. Padahal, hal tersebut tidak benar,” sambungnya.
Lebih lanjut, Niky menjelaskan, berita hoax juga mempengaruhi masyarakat.
“Diperkirakan sampai 41% orang terpengaruh,” katanya.
Lalu, bagaimana meminimalisir berita hoax yang bertebaran saat ini?
“Muda-mudi digital jangan mudah percaya dengan informasi yang berseliweran. Cek kebenarannya,” kata Niky.
Selain itu, dia mengimbau agar tidak membaca sesuatu hanya sepotong-sepotong.
Menurut dia, keluarga adalah garda terdepan mencegah hoaks. Orangtua harus aktif saat anak mengakses media sosial.
Di sisi lain, seluruh pihak juga terlibat aktif menangkal hoax, tak terkecuali para pemimpin agama.
“Seringlah menulis hal-hal positif tentang lingkungan sekitar. Jangan diam dan sibuk pada urusan hal-hal buruk. Tingkatkan level pemikiran kritis sebagai upaya memerangi informasi yang keliru,” ujarnya.
Dia mengingatkan, agar generasi muda tidak sembarangan membagikan sesuatu di internet, misalnya informasi menyinggung orang lain.
“Menyebarkan atau memberikan informasi buruk di internet bisa terancaman pidana pasal 310 dan 311 KUHP dan Undang-Undang ITE. Cek dulu informasi yang ingin disebarkan, apa dapat merugikan orang lain, jangan sampai bersinggungan dengan hukum,” katanya.
Menyadari bahwa saat ini era e-commerce sedang bertumbuh, Niky, tak lupa memberikan tips agar anak muda terhindar dari penipuan.
Tindakan sederhana apa yang bisa kita lakukan agar tidak ikutan menyebarkan hoax? Berikut tips dari Niky Ramdhani:
Hati-hati dengan judul provokatif
Berita hoax seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat berita palsu itu.
Cermati alamat situs
Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Berita yang berasal dari situs media yang sudah terverifikasi Dewan Pers akan lebih mudah diminta pertanggungjawabannya.
Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita. Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300.
Artinya, terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai.
Periksa fakta
Perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari institusi resmi seperti KPK atau Polri? Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh.
Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita, sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif.
Cek keaslian foto
Di era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca.
Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.
Ikut Dalam grup diskusi anti-hoax
Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti-hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.
Di grup-grup diskusi ini, warganet bisa ikut bertanya, apakah suatu informasi merupakan hoax atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain.
Semua anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing yang memanfaatkan tenaga banyak orang.
Selain itu, kata Niky, tips berikutnya adalah:
1. Jangan cuma judulnya
Banyak orang sebenarnya tidak membaca konten yang mereka bagikan. Mereka hanya membaca judulnya.
Untuk mencegah Anda sendiri menjadi penyebar hoax, hilangkanlah kebiasaan membagikan konten tanpa membaca isinya secara menyeluruh.
Sumber berita
2. Orang sering tidak mempertimbangkan legitimasi sumber berita. Situs berita hoax bisa muncul tiap saat, tetapi kita sebenarnya bisa menghindari jebakannya dengan bersikap lebih hati-hati melihat sebuah situs.
Sikap hati-hati ini juga berlaku bagi narasumber yang mereka kutip, minimal dengan mencari referensi lanjutan di Google atau situs lain yang sudah terpercaya.
3. Orang cenderung mudah terkena bias konfirmasi
Orang punya kecenderungan untuk menyukai konten yang memperkuat kepercayaan atau ideologi diri atau kelompoknya. Hal ini membuat kita rentan membagikan konten yang sesuai dengan pandangan kita, sekalipun konten tersebut hoax.
Jika Anda membaca berita yang betul-betul secara sempurna mengukuhkan keyakinan Anda, Anda harus lebih berhati-hati dan tidak buru-buru memencet tombol Share.
4. Orang mengukur legitimasi konten dari berita terkait
Sebuah berita belum tentu bukan hoax hanya karena Anda melihat konten terkait di media sosial. Jangan buru-buru menyimpulkan lalu ikut membagikannya. Kadang-kadang, hoax memang diolah dari berita media terpercaya, hanya saja isinya sudah diplintir.
5. Makin sering orang melihat sebuah konten, makin mudah mereka mempercayainya. Hanya karena banyak teman-teman Anda share berita tertentu, bukan berarti berita tersebut pasti benar. Alih-alih langsung mempercayai dan membagikannya, Anda bisa mencegah ikut ramai-ramai termakan hoax dengan melakukan pengecekan lebih lanjut.
Mari, mulai sekarang, jangan mudah terjebak hoax!
(usman)