Dinkes Sulbar Verifikasi Sinyal dan Surveilans Penyakit

Mapos, Topoyo – Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat terus memperkuat sistem kewaspadaan dini terhadap potensi Kejadian Luar Biasa (KLB) dan penyakit menular. Melalui kegiatan Verifikasi Sinyal dan Surveilans Penyakit, tim Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat melakukan koordinasi dan penelusuran data lapangan di Dinas Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah pada 15–17 Oktober 2025.

Kegiatan ini difokuskan untuk melakukan verifikasi sinyal, penelusuran rumor, pelacakan kontak penyakit potensial KLB/wabah, serta mengevaluasi kinerja pelaporan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) di lapangan. Berdasarkan hasil pemantauan minggu ke-41 (minggu kedua Oktober 2025), terdapat peningkatan sinyal kasus pada beberapa penyakit seperti ISPA, Pneumonia, Diare, dan Malaria di wilayah Mamuju Tengah.

Plt. Kepala Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, dr. Nursyamsi Rahim, menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk nyata komitmen pemerintah dalam memperkuat respons cepat terhadap ancaman penyakit menular.

“Kesiapsiagaan surveilans adalah pondasi dalam menjaga kesehatan masyarakat. Inilah salah satu cara kita membangun sumber daya manusia yang unggul dan berkarakter, sesuai dengan misi Gubernur Sulawesi Barat Suhardi Duka dan Wakil Gubernur Salim S. Mengga,” ujar dr. Nursyamsi.

Dalam kegiatan tersebut, tim melakukan validasi data bersama pengelola surveilans kabupaten, memeriksa alert (peringatan dini) yang muncul di minggu ke-41, serta meninjau langsung mekanisme pelaporan penyakit di puskesmas. Selain itu, dilakukan juga evaluasi terhadap kesiapan petugas surveilans dalam menindaklanjuti kasus dugaan KLB.

Dari hasil koordinasi, sejumlah rekomendasi strategis dihasilkan untuk memperkuat deteksi dini dan respons cepat terhadap penyakit, antara lain:

• Setiap puskesmas wajib melakukan verifikasi alert penyakit dalam waktu kurang dari 24 jam.

• Screening data dilakukan sebelum dikirim ke web SKDR untuk menjaga validitas laporan.

• Peningkatan laporan Event Based Surveillance (EBS) atau laporan berbasis kejadian secara real-time.

• Penyelidikan epidemiologi (PE) dilakukan terhadap setiap sinyal penyakit yang muncul.

• Surveilans aktif di masyarakat tetap berjalan dengan analisis kasus rutin setiap pekan.

• Ketelitian penggunaan kode penyakit saat pelaporan agar data nasional lebih akurat.

• Kasus PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi) seperti campak dan AFP harus segera dilaporkan lengkap dengan PE dan sampel.

• Diperkuat koordinasi lintas sektor, termasuk dengan rumah sakit dan lintas program di daerah.

Secara umum, kinerja petugas surveilans di Kabupaten Mamuju Tengah dinilai cukup baik, terutama dari sisi ketepatan waktu pelaporan mingguan. Namun, kualitas verifikasi sinyal dan dokumentasi epidemiologi masih perlu ditingkatkan, termasuk pengisian format deskripsi kejadian dan rencana tindak lanjut.

Untuk memperlancar pelaporan, Puskesmas diimbau menggunakan berbagai kanal SKDR, seperti SMS, WhatsApp, atau website resmi, agar tidak ada keterlambatan data.

Dengan penguatan koordinasi ini, Dinas Kesehatan Sulawesi Barat berharap sistem surveilans semakin tangguh, deteksi dini semakin optimal, dan masyarakat lebih terlindungi dari potensi KLB maupun wabah di masa mendatang.

“Kami ingin setiap data menjadi dasar tindakan yang cepat dan tepat. Semakin dini kita mendeteksi, semakin banyak nyawa yang bisa diselamatkan,” tutup dr. Nursyamsi.

(*)

error: Maaf... ! Web ini di Protek yaaa...