Perjuangan Menjadikan Bahasa Mamuju sebagai Undang-Undang Bahasa Daerah

Oleh: Muhammad Yusuf, SH., MH. *

Mapos, BAHASA adalah identitas, jati diri, dan napas sebuah peradaban. Bagi masyarakat Mamuju, bahasa bukan sekadar alat komunikasi, melainkan wadah nilai, kearifan lokal, serta sejarah panjang yang membentuk karakter masyarakat. Bahasa Mamuju mengandung filosofi hidup yang diwariskan lintas generasi, sehingga keberadaannya wajib dijaga, dipelihara, dan diperjuangkan sebagai warisan budaya tak ternilai.

Namun, kenyataan hari ini menunjukkan bahwa Bahasa Mamuju menghadapi tantangan besar. Globalisasi, arus digitalisasi, dan dominasi bahasa lain berpotensi menggeser posisi bahasa daerah di ruang publik. Jika tidak ada langkah nyata, bahasa Mamuju perlahan akan tergerus zaman, hanya tinggal cerita dalam catatan sejarah.

Karena itu, perjuangan menjadikan Bahasa Mamuju sebagai Undang-Undang Bahasa Daerah bukan sekadar kepentingan kelompok tertentu, tetapi merupakan agenda kolektif seluruh masyarakat.

Keterlibatan Semua Elemen Masyarakat

1. Pemerintah Daerah – wajib menginisiasi regulasi melalui Peraturan Daerah (Perda) yang kemudian dapat diajukan menjadi bagian dari Undang-Undang Bahasa Daerah di tingkat nasional.

2. Akademisi dan Lembaga Pendidikan – mengintegrasikan Bahasa Mamuju dalam kurikulum, riset, dan publikasi ilmiah.

3. Budayawan dan Seniman – menghidupkan bahasa melalui karya seni, musik, dan sastra.

4. Media Massa dan Komunitas Digital – menjadi corong utama kampanye Bahasa Mamuju di ruang publik.

5. Masyarakat Umum – menggunakan Bahasa Mamuju dalam kehidupan sehari-hari, agar tetap hidup sebagai bahasa tutur.

 

Strategi Konkret Menuju UU Bahasa Daerah Mamuju

Agar perjuangan ini lebih terarah, perlu langkah-langkah strategis yang melibatkan seluruh elemen masyarakat dan pemangku kepentingan, antara lain:

1. Inventarisasi dan Dokumentasi Bahasa

Menyusun kamus Bahasa Mamuju. Merekam cerita rakyat, lagu, doa, dan ungkapan tradisional. Membuat basis data digital sebagai arsip resmi.

2. Pendidikan dan Regenerasi

Mengajarkan Bahasa Mamuju di sekolah dasar hingga menengah melalui muatan lokal.

Membuka program studi atau mata kuliah Bahasa Mamuju di perguruan tinggi Sulawesi Barat. Menyelenggarakan lomba pidato, menulis, dan membaca puisi dalam Bahasa Mamuju.

3. Advokasi Hukum dan Politik

Mengusulkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Bahasa Mamuju.

Membentuk tim advokasi budaya yang terdiri dari pemerintah, DPRD, akademisi, budayawan, dan tokoh masyarakat.

Mendorong pemerintah pusat bersama DPR RI untuk mengakomodasi Bahasa Mamuju dalam Undang-Undang Bahasa Daerah, sebagaimana amanat Pasal 32 UUD 1945 tentang pelindungan bahasa dan budaya daerah.

4. Kampanye Publik dan Digitalisasi

Membuat program televisi, radio, dan konten digital berbahasa Mamuju. Mengadakan festival tahunan “Hari Bahasa Mamuju” di tingkat provinsi.

Menggunakan media sosial untuk memperluas jangkauan penggunaan Bahasa Mamuju pada generasi muda.

5. Kerja Sama Lintas Daerah dan Internasional

Bekerja sama dengan daerah lain di Sulawesi Barat yang memiliki bahasa serumpun Mandar.

Menjalin kemitraan dengan lembaga internasional yang peduli pada pelestarian bahasa lokal (UNESCO, misalnya).

Penutup

Bahasa Mamuju adalah simbol martabat dan identitas masyarakat Sulawesi Barat. Menjadikannya sebagai Undang-Undang Bahasa Daerah bukanlah pekerjaan singkat, tetapi sebuah gerakan budaya, politik, dan sosial yang harus dijalankan secara bersama-sama.

Sebagai pemerhati budaya Mamuju Mandar, saya meyakini bahwa ketika semua elemen masyarakat bergandeng tangan, Bahasa Mamuju bukan hanya akan lestari, tetapi juga akan memperoleh legitimasi hukum yang kuat. Pada akhirnya, menjaga Bahasa Mamuju berarti menjaga jati diri dan masa depan generasi Sulawesi Barat.

 

* Pemerhati Budaya Mamuju Mandar

(*)

error: Maaf... ! Web ini di Protek yaaa...