Merinding Bacanya. Puisi Bencana Sulteng

Mapos, Mamuju – Seorang warga kota Palu meluapkan emosi pasca bencana Gempa dan tsunami di Sigi, Palu dan Donggala melalui sebuah puisi yang baru ditulisnya. Merinding membaca kata per kata, apalagi baris per baris.

Pilihan diksinya menggambarkan kondisi faktawi yang dialaminya.

Merinding Bacanya. Puisi Bencana Sulteng

Merinding Bacanya. Puisi Bencana Sulteng

Hamafi Saro adalah warga asli kota Palu. Dia seniman, sastrawan, relawan dan bekerja di mamujupos.com sebagai Koordinator Liputan (Korlip).

Wartawan yang sudah lulus uji kompetensi sebagai wartawan utama ini pun tergabung sebagai anggota MPC Pemuda Pancasila Mamuju yang berjibaku membantu para korban sejak hari kedua pasca bemcana.

Berikut puisinya :

KETIKA TSUNAMI ITU DATANG !

Karya : Hanafi Saro

Saat itu senja berlabuh di teluk
Angin sepoi, adzan Bilal dan suara Lalove
Berlarian rindu memasuki muara kotaku

Saat itu 28 September
Tuhan menulis titah di lembar langit
Dikirimnya gempa 7,4 Magnitudo
Seketika Palu Maliuntinuvu porak poranda di kaki bukit
Donggala kota tua meronta sakit
Sigi Mareso Masagena luluh lantak tanpa bekas

Ketika tsunami itu datang
Lengking suara menjerit, orang-orang pucat berlari
Ada yang tertelan gelombang tinggi
Tak sedikit pula mati berdiri

Allahu Akbar, Kuasa-Mu tiak tertandingi

Ketika tsunami itu datang
Seorang suami harus rela mati
Tak sanggup lagi memeluk istri dan anaknya
di beranda mesjid magrib itu
Di akhir episode bumi, suami itu masih berujar lirih :
Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi
Muhammad utusan Allah

Ratusan rumah tersapu tsunami
Ribuan nyawa tertelan gempa bumi
Anak-anak mengungsi ke bukit-bukit tinggi
Hidup seperti tak berarti lagi

Ya Allah…
Dosa apa yang diperbuat penduduk kotaku
Hingga harus menerima azab-Mu?

Aku menangis
bumi menangis
Seluruh negeri ikut menangis

Ketika tsunami itu berhenti
Dan gempa tak lagi bergemuruh
Seorang bocah duduk di atas batu
Di antara rinai hujan sore itu
“Ibu, kenapa hanya bongkahan tanah hitam disini?
Mana ayah dan rumah kecilku?”

Gelap….
Bulan pergi entah kemana

Mamuju, 19/10/2018

 

(*)