Disiplin Tubuh ASN Pemprov Sulbar (bagian kedua dari tiga tulisan)

(Potret Cara Berpikir Kolonial ABM Juncto Muh. Idris DP)

PERUBAHAN jadwal masuk kerja ASN menjadi pukul 07.30 wita juga membuat tensi mengurus rumah tangga menjadi tinggi, pertengkaran begitu mudah karena jadwal mengurus anak, suami, orang tua ditumpukkan pada waktu yang sama dalam intimidasi absen fingerprint.

Ini hasil riset kecil-kecilan saya pada 13 orang ASN di kota Mamuju. Padahal di kantor juga tidak ada kerjaan menumpuk. Yang menumpuk justru ASN dan tenaga kontrak sehingga kursi untuk duduk tidak
mencukupi.

Lucunya beberapa kantor, maka menyambut kebijakan ini dengan menata ulang ruangan karena menyiapkan sedikit tempat karpet untuk berbaring kalau tidak mau dibilang tidur. Belum lagi para tenaga kontrak yang honornya sering dipotong, dipasung untuk tidak kemana-mana walau tidak ada kerjaan apa-apa di kantor. Padahal dia harus mencari penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga yang kongkrit karena perut setiap hari harus diisi bukan tiap tiga bulan sebagaimana honor itu dibayarkan.

Honorarium yang sungguh- sungguh tidak memadai untuk hidup cukup karena tiga kali lipat di bawah UMP. Upah minimum yang telah ditetapkan oleh gubernur sebagai kepala daerah dengan mempertimbangkan rekomendasi dewan pengupahan provinsi untuk tahun 2020 sebesar Rp 2.571.328. Dasar penetapan upah minimal (menurut Pasal 3 Permenakertrans) adalah kebutuhan hidup layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Sayangnya para penentu kebijakan merasa penetapan UMP itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan para tenaga kontrak. Padahal secara etis seharusnya itu cukup mengganggu rasa kemanusiaan.

Mungkin saja bisa berkelit dengan berbagai alasan seputar tenaga kontrak, baik dari segi jumlah, produktivitas, kedisiplinan dan lainnya. Tapi jangan lupa bahwa pemerintah provinsi sendiri yang mengambil keputusan atas semua itu.

Kembali pada soal disiplin, walaupun sudah memakan korban kecelakaan sebanyak 7 orang yang saya catat, tidak ada sedikitpun minat untuk melakukan evaluasi. Padahal meskipun belum memakan korban seharusnya ada monitoring dan evaluasi atas setiap kebijakan pembangunan kalau tidak mau disebut ketidakbijakan.

Saya sadar betul bahwa tulisan ini tidak akan membawa efek apa-apa atas situasi yang buruk ini karena ABM tidak akan melakukan evaluasi terhadap kebijakan ini. Sebagaimana tanggapannya ketika ditanya wartawan soal beberapa kecelakaan yang terjadi.

ABM dengan enteng bilang begini, “Kalau kecelakaan ya masuk rumah sakit. Saya tidak mau evaluasi, kalau tidak mau disiplin jadi sapi saja, hanya sapi yang bebas keluar masuk.” Anehnya, belakangan banyak media online menghapus konten yang memuat komentar ABM tersebut.

Kata-kata itu adalah manifestasi dari pikiran, ini menggambarkan bahwa isi kepala ABM memang limitnya kecil. Jadi tidak tahu sama sekali tentang butterfly effect. Di dalam teori chaos politic, yang pada dasarnya merujuk teori matematika dan ilmu alam. Antara lain adalah istilah efek kupu-kupu.

Teori kekacauan ini antara lain mengemukakan bahwa perubahan kecil (tak linear) pada satu tempat dapat mengakibatkan perubahan atau pun kekacauan besar di tempat lain pada waktu yang lain. Penggambaran Edward Norton Lorenz merujuk pada sebuah metafora yang elok sekaligus mengerikan.

Bunyinya: “Kepakan sayap kupu-kupu di hutan belantara Brasil hari ini, dapat menghasilkan tornado di Texas dalam beberapa bulan kemudian.” Padanan “kepakan sayap kupu-kupu” di dalam ilmu aslinya (matematika) dikenal dengan sebutan “penarik perhatian” (attractor), kondisi awal suatu sistem berupa susunan numerik yang bisa berkembang menjadi ragam sistem lain yang lebih lebar dan besar. Teori kepakan sayap kupu-kupu ini akan diujikan kepada seorang ABM yang sekarang memimpin dengan isi kepala limit terbatas.

Tanggapan ABM terhadap beberapa kejadian itu juga bagi saya paradoks. Bagaimana mungkin gambar seorang perempuan mengalami kecelakaan, tengkurap dengan kaki terlipat tubuh bersimbah darah menjadi pengganjal ban mobil kijang innova putih di depan pintu gerbang “kebijakan satu pintu” kantor gubernur Sulbar hanya direspon dengan kalimat sadis? Padahal di banyak tempat kalau ABM memberi sambutan senantiasa menangis ?

(*)

Oleh : Muhaimin Faisal
Oleh : Muhaimin Faisal
Direktur Eksekutif Celebes Employers Federation (CEF)  
error: Maaf... ! Web ini di Protek yaaa...