Mapos, Mamuju – Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) menegaskan perlunya skema kontribusi kebencanaan yang lebih berkeadilan bagi daerah berisiko tinggi namun memiliki kapasitas fiskal terbatas.
Penegasan ini disampaikan Fasilitator Pemerintahan Bapperida Sulbar saat menghadiri Uji Publik Draft Rencana Kerja Manajemen Kebencanaan (RKMK) terkait Formasi Besaran Partisipasi dan Manfaat Daerah dalam Dana Bersama Penanggulangan Bencana, yang digelar Direktorat Pembiayaan dan Perekonomian Daerah Kementerian Keuangan RI di Hotel Matos Mamuju, Jumat (21/11/2025).
Mewakili Plt. Kepala Bapperida Sulbar, Darwis Damir, hadir secara langsung Fasilitator Pemerintahan, Muhaimin Indra. Ia menjelaskan bahwa Uji Publik ini merupakan bagian dari penyempurnaan skema Pool Funding for Disaster (PFB), instrumen pendanaan nasional yang dirancang untuk memperkuat kesiapsiagaan dan respons kebencanaan.
“Pada kegiatan tersebut, narasumber Kementerian Keuangan memaparkan sejumlah konsep kunci mengenai mekanisme kontribusi daerah, termasuk struktur kontribusi dasar dan kontribusi tambahan yang menjadi landasan penentuan besaran partisipasi pemerintah daerah, khususnya Kabupaten/Kota dalam Dana Bersama,” ujar Muhaimin.
Kontribusi Dasar: Prinsip Keadilan Merata
Kemenkeu menjelaskan bahwa kontribusi dasar diterapkan sama untuk seluruh daerah. Pendekatan ini mengedepankan prinsip distributive justice, di mana semua pemerintah daerah dipandang sebagai satu kolektif yang berbagi tanggung jawab terhadap risiko bencana nasional. Dengan demikian, seluruh daerah berperan dalam memperkuat ketahanan nasional melalui partisipasi dalam penyediaan dana siap pakai untuk penanggulangan bencana.
Kontribusi Tambahan: Berbasis Risiko dan Kapasitas Fiskal
Komponen kedua adalah kontribusi tambahan, yang dihitung berdasarkan tingkat risiko bencana dan kapasitas fiskal setiap daerah. Daerah dengan risiko bencana tinggi dan kemampuan fiskal besar akan dikenakan kontribusi lebih besar dibandingkan daerah dengan risiko rendah atau kapasitas fiskal terbatas.
Simulasi kebijakan pendanaan PFB dilakukan dengan mempertimbangkan tiga indikator utama:
1. Kontribusi dasar yang berlaku merata;
2. Kontribusi tambahan berdasarkan risiko dan kapasitas fiskal;
3. Target kebutuhan pendanaan jangka pendek dan menengah sebagai dasar estimasi kontribusi setiap daerah.
Dalam penjelasan teknis, dipaparkan bahwa seluruh kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat termasuk dalam kategori zona risiko gempa tinggi (zona 3). Dengan demikian, besaran kontribusi dan premi tahunan untuk seluruh kabupaten masuk dalam kelompok kontribusi tinggi, sebagaimana terlihat dalam simulasi premi berbasis Modified Mercalli Intensity (MMI).
Hal ini menegaskan bahwa pemerintah kabupaten di Sulbar perlu mempersiapkan kontribusi pendanaan yang lebih besar dibandingkan daerah dengan risiko lebih rendah.
Selain formulasi kontribusi, pemerintah daerah (kabupaten/kota) juga diwajibkan menyediakan matching fund, yaitu dana komitmen pembentukan atau penambahan Dana Bersama minimal 5% dari total Dana Hibah yang diterima. Dana ini dapat digunakan untuk kegiatan pra-bencana maupun pascabencana.
Skema ini diharapkan dapat meningkatkan kesiapsiagaan pemerintah daerah serta memperkuat keberlanjutan pembiayaan kebencanaan berbasis kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah.
Kemenkeu juga menjelaskan bahwa skema Dana Bersama ini merupakan mekanisme asuransi risiko bencana. Premi dibayarkan setiap tahun di awal periode oleh BPDLH (Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup) kepada perusahaan asuransi sebagai policy issuer. Pembayaran premi ini menjamin tersedianya dana cepat (parametric insurance) berdasarkan parameter guncangan gempa sesuai skala MMI.
Dalam sesi diskusi, Muhaimin menekankan pentingnya memastikan skema kontribusi tetap memberikan ruang keadilan bagi seluruh daerah, termasuk provinsi dengan kapasitas fiskal terbatas seperti Sulbar.
“Kami memandang bahwa formulasi kontribusi daerah harus memberikan ruang keadilan bagi seluruh daerah, termasuk provinsi dengan kapasitas fiskal terbatas seperti Sulawesi Barat,” ujar Muhaimin.
Plt. Kepala Bapperida Sulbar, Darwis Damir menegaskan komitmennya bersama kepemimpinan Sekretaris daerah Provinsi (Sekprov), Junda Maulana dalam mendukung penguatan sistem pembiayaan kebencanaan nasional yang lebih transparan, akuntabel, serta adaptif terhadap dinamika risiko yang terus berkembang.
Hal ini sejalan dengan harapan Gubernur Sulbar Suhardi Duka bersama Wakil Gubernur, Salim S. Mengga yang menempatkan kesiapsiagaan bencana sebagai salah satu agenda prioritas pembangunan daerah.
Hasil uji publik ini akan menjadi bahan finalisasi Draft RKMK Dana Bersama Penanggulangan Bencana. Selanjutnya, dokumen tersebut akan dibahas lebih lanjut di tingkat kementerian bersama pemerintah daerah.
Pemerintah berharap RKMK dapat menjadi dasar hukum yang lebih kuat dalam memperkuat pembiayaan dan respons kebencanaan di Indonesia, khususnya dalam menghadapi intensitas bencana yang terus meningkat.
(*)






