Mapos, Mamuju – Proyek pembangunan Kampung Nelayan atau Kampung Merah Putih 2025 di Dusun Batu Lappa Utara, Desa Sumare, Kecamatan Simboro dan Kepulauan, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat menarik perhatian publik. Program yang digagas untuk mendukung kesejahteraan nelayan itu kini memasuki tahap awal pembersihan lahan. Namun, salah seorang pemuda asal Desa Sumare berharap agar kegiatan tersebut tetap memperhatikan kelestarian ekosistem mangrove yang tumbuh alami di sekitar lokasi.
Salah seorang pemuda Desa Sumare, Adhi Riadi, menyampaikan pandangannya terkait hal ini. Ia menilai, meski proyek tersebut membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat pesisir, penting untuk memastikan proses pengerjaan berjalan dengan memperhatikan aspek lingkungan.
“Saat ini memang sudah tahap pembersihan lahan. Tapi walaupun bukan kawasan hutan lindung, seharusnya jangan ada tindakan yang bisa merusak bibit mangrove yang tumbuh alami. Itu bagian penting dari ekosistem pesisir kita,” ujar Adhi Riadi, Kamis (09/10/2025).
Lebih jauh dia menjelaskan bahwa, bibit mangrove dengan tinggi 50 sentimeter hingga 1 meter berfungsi penting dalam menahan abrasi pantai serta menjadi tempat hidup berbagai biota laut. Ia mengingatkan, agar proses pembangunan tidak sampai mengganggu tanaman mangrove yang telah tumbuh secara alami di wilayah tersebut.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak pelaksana proyek terkait kekhawatiran tersebut. Namun, Adhi berharap koordinasi antara pihak pemerintah, pelaksana proyek, dan warga dapat dilakukan secara terbuka untuk memastikan keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian alam.
Jika dilihat pada aspek ekologi dan hukum, proyek Kampung Merah Putih rencananya akan mencakup pembangunan sejumlah fasilitas seperti pelabuhan kecil, pabrik es, storet, serta sarana perkantoran Koperasi Merah Putih. Jika dalam pelaksanaannya ditemukan area yang berdekatan dengan vegetasi mangrove, tentu harus ada kajian lingkungan yang dilakukan secara transparan.
Adhi menambahkan, “Kita tidak menolak pembangunan. Tapi pembangunan harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan ekologi.”
Perlindungan Mangrove dalam Aturan Hukum Perlindungan terhadap ekosistem mangrove telah diatur secara tegas melalui beberapa peraturan nasional.
Diantaranya Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2025 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove (PPEM), yang memperkuat larangan kegiatan yang berpotensi merusak mangrove tanpa izin lingkungan yang sah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang melarang tindakan perusakan lingkungan tanpa izin resmi.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, menegaskan larangan menggunakan cara yang dapat merusak ekosistem mangrove, dengan ancaman pidana 2–10 tahun penjara dan denda Rp 2–10 miliar bagi pelanggarnya.
“Kita berharap pembangunan Kampung Nelayan tetap berjalan lancar dan memberikan manfaat ekonomi tanpa menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Mangrove bukan penghalang pembangunan, tapi penjaga masa depan pesisir kita,” tutur Adhi.
Pemerintah di daerah diharapkan dapat melakukan pengawasan lapangan secara berkala, agar semua tahapan proyek sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip pembangunan berkelanjutan.
(*)