Mapos, Jakarta – Kamis (20/6) lalu, mungkin menjadi salah satu hari yang istimewa bagi penyidik senior KPK Novel Baswedan. Novel merayakan hari ulang tahunnya yang ke-42 tahun.
Pada hari itu juga kasus penyiraman air keras terhadap dirinya genap 800 hari dan hingga saat ini masih belum terungkap. Novel diserang dengan menggunakan air keras pada 11 April 2017.
Polri, sejak peristiwa penyerangan itu belum mampu berbuat banyak. Bahkan, satgas khusus bentukan Kapolri Jenderal Tito Karnavian masih belum berhasil mengungkap siapa pelaku penyerangan.
Novel dan sejumlah kalangan telah mendesak agar Presiden Joko Widodo membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) independen untuk menuntaskan kasus ini. Namun hingga saat ini usulan itu pun tak pernah terwujud.
“Saya sebenarnya enggak tahu mesti bicara apa. Kenapa? Sudah 800 hari, (saya) berupaya untuk menyampaikan, mendesak dan segala macam disampaikan. Permintaan tim gabungan pencari fakta yang independen sudah saya sampaikan, tapi kan tidak di akomodir,” kata Novel di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (20/6).
Dalam kekecewaannya itu Novel mengaku ikhlas atas peristiwa penyerangan yang menimpanya tersebut. Bahkan dengan berjiwa besar, Novel menyatakan telah memaafkan pelaku yang membuatnya terbaring berbulan-bulan di rumah sakit, hingga hanya sebelah matanya yang dapat melihat dengan normal.
“Saya ikhlas dan saya maafkan pelakunya,” ucap Novel, saat menghadiri acara peringatan 800 hari penyerangan terhadapnya di Gedung di Gedung ACLC KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Meski demikian, pelaku teror terhadap Novel itu harus tetap diungkap. Novel mengemukakan apabila pelaku lapangan maupun aktor intelektual tidak pernah bisa terungkap, maka penyerangan terhadap aparatur yang ada di KPK akan terus terjadi.
Apa yang disampaikan Novel terbukti. Sejumlah pegawai bahkan pimpinan KPK mendapatkan teror oleh orang tidak dikenal. Para pelaku hingga saat ini tak pernah dapat terungkap.
Teror terhadap pimpinan KPK terjadi di rumah Ketua KPK Agus Rahardjo di Bekasi, Jawa Barat dan di rumah Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Jakarta Selatan. Teror terjadi pada Rabu, (9/1) lalu.
Menurut Novel, pelaku kejahatan apabila tidak pernah terungkap akan terus melakukan teror, termasuk kepada aparat penegak hukum lainnya, bukan hanya pada KPK.
“Kalau saya terus kompromi atau memaklumi penyerangan kepada diri saya, artinya sama saja saya membiarkan kawan-kawan masih bisa diserang. Seperti saya biarkan KPK menjadi target oleh orang-orang jahat,” tegas Novel.
Novel terus berusaha membantu Polri dan satgas gabungan untuk mengungkap pelaku teror tersebut. Salah satunya dengan kooperatif saat menjalani pemeriksaan kedua di Gedung KPK oleh penyidik Polda Metro Jaya yang didampingi satgas khusus bentukan Tito. Sebelumnya, Novel pernah diperiksa ketika menjalani perawat di rumah sakit di Singapura.
Menurut anggota tim advokasi Novel, Arif Maulana, ada sekitar 20 pertanyaan yang ditanyakan. Termasuk di antaranya terkait barang bukti berupa CCTV dan sidik jari pelaku yang ada dalam gelas dan botol.
Arif menyebut satgas khusus juga sempat mengkonfirmasi nama polisi yang diduga terlibat dalam penyiraman air keras kepada Novel tersebut. Namun, Arif tidak menyebutkan nama oknum polisi yang diduga terlibat itu.
Arif menyatakan kepolisian akan merevisi sketsa wajah diduga pelaku teror. Sketsa wajah itu kemudian akan di sampaikan kepada publik.
Upaya pengungkapan kasus Novel memang sudah dilakukan salah satunya dengan membuat Satgas khusus yang Tito. Total ada 65 orang dari berbagai unsur yang tergabung dalam satgas ini.
Pembentukan tim khusus ini digagas sebagai tindak lanjut rekomendasi Komnas HAM untuk menelisik kasus ini. Tito mengeluarkan Surat Keputusan (SK) bernomor Sgas/ 3/I/HUK.6.6/2019 yang diisi oleh 65 anggota Polri, KPK, hingga para peneliti sebagai tim pakar.
Satgas diberi waktu selama 6 bulan mulai 8 Januari hingga 7 Juli 2019
Anggota satgas khusus, Nur Kholis menuturkan timnya masih terus mencari bukti dan menggali keterangan dari sejumlah pihak. Akan tetapi ia seperti ragu untuk mengatakan pelaku kasus ini bakal terungkap. Meskipun, Kholis mengaku telah membagi tugas dengan timnya ke sejumlah daerah.
“Ada beberapa perkembangan kita sampaikan on the spot di lapangan. Misal kita ke Bekasi dan ada juga kegiatan di Malang, nah itu seluruh temuan akhir kami sampaikan, jadi tidak harus berkumpul di Jakarta. Kemudian menyampaikan secara berkala,” ujar mantan Komisioner Komnas HAM tersebut di Gedung KPK, usai mendampingi pemeriksaan Novel.
Novel Baswedan lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada 20 Juni 1977. Kamis kemarin, usia Novel 42 tahun. Namun pelaku teror kepadanya masih misteri.
(*)
(Sumber: Kumparan)