Tak terhempas Badai Corona, Asap Gogos Katitting Tetap Mengepul

Tak terhempas Badai Corona, Asap Gogos Katitting Tetap Mengepul

Mapos, PANDEMI – Covid-19 yang melanda negeri ini hampir dua tahun terakhir, berdampak besar terhadap rutinitas kehidupan masyarakat. Hal tersebut terjadi mengingat kebijakan pemerintah untuk menerapkan protokol kesehatan (Prokes) sebagai salah satu upaya untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

Ditambah lagi dengan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sebelumnya juga telah dilakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar(PSBB) bagi daerah yang dinyatakan berada pada zona hitam atau merah dari penyebaran Covid-19.

Tak terhempas Badai Corona, Asap Gogos Katitting Tetap Mengepul

Di satu sisi dengan penerapan kebijakan tersebut, efek terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat juga sangat berdampak. Bagi perusahaan-perusahaan pelayanan jasa terpaksa merumahkan sebagian karyawannya. Pilihan yang sulit, namun tetap harus dilakukan untuk menjaga keseimbangan keuangan perusahaan agar tidak kolaps. Karena produktivitas yang menurun akibat penerapan kebijakan-kebijakan tersebut.

Pelaku industri kecil dan menengah maupun industri rumahan juga merasakan dampak terpaan badai corona, omset penjualan menjadi menurun karena aktifitas dan pergerakan sosial masyarakat sebagai konsumen dibatasi sebagai langkah untuk mendukung penekanan Covid-19.

Di tengah terpaan badai Corona tersebut, ternyata tidak dirasakan atau tidak terdampak bagi Mo’mina atau kindo Said penjual kuliner khas Mandar Gogos Kambu atau llemper berisi abon ikan di Katiting kecamatan Tinambung Kabupaten Polman.

Sejak Corona mewabah di seantero negeri Maret tahun lalu, usaha yang dirintisnya sejak 15 tahun yang lalu ini tidak berdampak terhadap omset penjualannya.

“Kalau saya nak, sebelum dan sesudah ada Corona sama ji. Tidak ada bedanya dari sisi pemasukan. Tidak tau bagi penjual gogos lain di sini,” ujarnya belum lama ini.

Ia menjelaskan, untuk satu hari ia membutuhkan satu karung ukuran 25 kg beras ketan putih. Dalam bahasa Mandar disebut Pare pulu’. Kalau dalam ukuran liter ditakar dengan jumlah 30 liter. Selain biaya bahan baku beras ketan, bahan lainnya yang juga dibelinya yakni daun pisang sebagai bahan pembungkus gogos dengan harga Rp 50.000. Kemudian untuk menggaji karyawan yang berjumlah 2 orang ia berikan upah Rp.10.000/hari.

“Setiap hari saya buat gogos 30 liter beras pulut harganya Rp.250.000/karung, untuk daun pisang pembungkus gogos saya bayar Rp.50.000 dan biaya orang yang bantu saya sebesar Rp.10.000/hari,” jelasnya.

Untuk omset perharinya jelas ibu beranak tiga ini, ia dapatkan sekira Rp.700.000, dikurang biaya bahan baku sehingga ia mendapatkan penghasilan bersih setiap hari sekira Rp 300.000.

“Setiap hari penjualan gogos saya nak, Rp.700 ribu bahkan biasa sampai Rp. 800 ribu. Dikurang dengan dengan harga bahan baku, ini tetap begitu baik sebelum ada Corona maupun sekarang ini,” terangnya.

Sejak awal dirintisnya usaha kuliner Gogosnya, dirinya bersyukur karena dengan penghasilan dari usaha tersebut dapat menopang perekonomian keluarga. Karena gogos buatannya, kata dia, tidak saja masyarakat umum yang menjadi pelanggannya, tetapi para pejabat di Pemkab Majene dan Polman selalu memesan di tempatnya.

“Alhamdulilah nak, dengan usaha ini dapat menopang perekonomian keluarga, saya juga bersyukur karena dari dulu pelanggan tetap setia memesan sama saya, termasuk pak bupati,” pungkasnya.

(abd samad)