Mapos, Mamuju — Empat Komisi di DPRD Sulawesi Barat menggelar rapat monitoring dan evaluasi terhadap masing-masing OPD. Satu poin yang menjadi catatan penting bagi DPRD adalah tentang besaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) khususnya di tahun anggaran 2021.
Catatan Sekadar, di Dinas Pertanian saja, diperoleh SiLPA senilai Rp 9 Miliar lebih. Komisi II DPRD Sulawesi Barat dalam rapat pemantauan dan evaluasi dengan Dinas Pertanian pun mempertanyakan nominal SiLPA yang cukup fantastis itu.
“Amatan kami seluruh OPD yang menjalankan program tahun 2021 mengalami SiLPA sekitar Rp 400 Miliar lebih,” ungkap sekretaris Komisi II DPRD Sulawesi Barat, Muhammad Hatta beberapa waktu lalu.
“Ini akan mengkompilasi dari semua OPD menjadi mitra Komisi II dan kita akan mengevaluasi semua yang terdapat SiLPA tahun 2021 yang lalu,” katanya.
Senin (17/01), Komisi I DPRD Sulawesi Barat juga menggelar agenda serupa dengan menghadirkan sejumlah OPD mitra kerja Komisi I. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Sulawesi Barat misalnya, yang mencapai persentase realisasi anggaran di tahun 2021 sebesar 97,08 Persen.
Kepala Badan Kesbangpol Sulawesi Barat, Herdin Ismail di hadapan ketua, dan para anggota Komisi I DPRD Sulawesi Barat menjelaskan, dari total anggaran anggaran senilai Rp 10.340.810.534.00 yang menempel di Badan Kesbangpol, mampu merealisasikan anggaran hingga Rp 10.038.641.486.00 , dengan jumlah SiLPA Rp 302.169.048.00.
“Diantaranya karena pembayaran honorarium kepada tenaga kontrak dan suka rela yang ada di Kesbangpol yang tak kami bayarkan secara penuh. Sebab ada mekanisme evaluasi yang kami lakukan, hingga yang kami anggap tidak maksimal dalam bekerja, kami tidak membayarkan secara utuh honorariumnya,” beber Herdin Ismail di forum rapat monitoring dan evaluasi dengan Komisi I DPRD Sulawesi Barat.
Di sisi lain, realisasi belanja operasional yang ada di Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Provinsi Sulawesi Barat yang terdiri dari DAU dan DAK non fisik. DAU sebesar Rp 8.298.282.972 sebelum perubahan dan setelah perubahan menjadi Rp 8.413.300.249 dengan realisasi keuangan mencapai 97,77 Persen. Atau Rp 8.225.373.587. Dengan kata lain menyisahkan anggaran sebesar Rp 187.926.662.
“Jika dari segi prosentase memuaskan kinerja kami. Namun dari segi keuangan kami masih sangat kurang karena besarnya sisa anggaran pada tahun 2021 yang lalu, mengingat anggaran tersebut cukup untuk digunakan kembali merealisasikan yang menjadi tugas kami,” papar Muhammad Rahmat, Kepala DPM-PTSP Provinsi Sulawesi Barat dalam keterangan tertulisnya.
Masih dengan DPM-PTSP, belanja DAK non fisik yang sebesar Rp 502.968.000 sebelum perubahan maupun setelah perubahan tidak mengalami perubahan. Dengan realisasi 97,07 Persen alias Rp 488.216.720.
“Adapun sisa anggaran sebesar Rp 14.751.280. Sisa anggaran ini akan menjadi perhitungan penerimaan DAK non fisik tahun 2022. Sehingga total belanja di kami sebesar Rp 8.916.268.249 setelah perubahan dengan realisasi keuangan sebesar 97,73 persen atau sebesar Rp 8.713.590.307, “begitu kata muhammad rahmat.
Masih dari keterangan Muhammad Rahmat, sebanyak 146 perizinan yang dikelola DPM-PTSP sebagai mandat dari Gubernur. Terdiri dari 102 izin dan 43 non izin, sesuai Pergub Nomor 42 tahun 2020. Capaian izin yang menjalani tahun 2021 adalah 923 izin dan non izin, terdiri dari 470 izin dan 453 non izin.
“Sedangkan capaian jumlah pengaduan yang kami selesaikan sesuai dengan terget adalah tiga aduan. Terdiri dari dua aduan langsung dan satu aduan tidak langsung,” pungkas Muhammad Rahmat.
Besaran SiLPA tak melulu harus dimaknai sebagai sesuatu yang negatif. Hal tersebut bisa saja lahir dari besarnya semangat OPD untuk mengefisienkan pemanfaatan anggaran di tahun anggaran berjalan.
Syamsul Samad menilai, pada prinsipnya, DPRD berharap agar OPD dapat memaksimalkan realisasi anggaran SiLPA dapat benar-benar diminimalisir. Meski di sisi lain, jika karena alasan efisiensi atau demi menutup celah masalah, SiLPA bagi Syamsul bukan masalah.
“Sesungguhnya kita berharap agar OPD itu tidak terlalu banyak SiLPA. Tapi itu jauh lebih baik (jika harus menyisahkan SiLPA) jika anggarannya dibelanjakan tapi justru di ujungnya jadi temuan. Saya kira tidak ada masalah, apalagi kalau SiLPA sebagai bagian dari sebuah evaluasi kinerja,” ucap Syamsul Samad, Ketua Komisi I DPRD Sulawesi Barat itu.
Selain kinerja OPD, Syamsul juga menyebut, monitoring dan evaluasi OPD yang digelar sebagai momentum diksus antara eksekutif dan legislatif demi pemanfaatan APBD tahun 2022 agar lebih baik lagi.
“Kami juga membuka ruang untuk masing-masing OPD jika terdapat kendala dalam hal mereka memanfaatkan APBD tahun 2022 ini. Selanjutnya untuk bisa sama-sama kita carikan solusinya,” demikian Syamsul Samad.
(*)