Mapos, Majene — Secara geografis, Indonesia terletak pada zona pertemuan lempeng-lempeng besar dunia yakni Lempeng Eurasia, Indo-Australia, Pasifik, dan Filipina.
“Kawasan Indonesia memiliki
banyak patahan aktif yang mengakibatkan sering terjadinya gempa bumi. Aktivitas tektonik
menyebabkan terbentuknya deretan gunung api di sepanjang pulau Sumatra, Jawa-Bali-Nusa
Tenggara, pulau-pulau di sebelah utara Sulawesi-Maluku, hingga Papua. Deretan gunung api
Indonesia merupakan bagian dari deretan gunung api Asia-Pasifik yang sering disebut sebagai Cincin Api Pasifik atau deretan Sirkum Pasifik,” ucap Bupati Majene, Andi Achmad Syukri Tammalele menyadur latar belakang sehingga dilakukannya Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana
Tahun 2023, di Jakarta, Kamis (2/3/2023)
Tema yang diusung dalam kegiatan yaitu “Penguatan Resiliensi Berkelanjutan dalam Menghadapi Bencana,”.
Masih dalam latar belakang kegiatan dijelaskan, hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara rawan ancaman bencana alam, antara lain gempa bumi, tsunami, letusan gunung api dan longsor.
Selain ancaman yang disebabkan oleh faktor geologis, Indonesia juga menghadapi ancaman
hidrometeorologis yang dipicu oleh perubahan iklim global. Ancaman hidrometeorologis tersebut antara lain berupa banjir, longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, cuaca dan iklim ekstrim, gelombang ekstrim/gelombang laut berbahaya, dan abrasi.
Ancaman hidrometeorologis yang tidak dapat diatasi dan dikelola potensi dampaknya, dapat menjadi
bencana yang menimbulkan korban jiwa, kerugian ekonomi, sosial, budaya, kerusakan
infrastruktur, kerusakan perumahan dan permukiman, kerusakan lingkungan, serta hasil-hasil pembangunan lainnya.
Pada tahun 2020-2023 Indonesia dihadapkan pada tantangan penanggulangan bencana
yang tidak hanya diakibatkan oleh faktor bahaya dari alam, tetapi juga bencana yang disebabkan oleh faktor non-alam yakni pandemi COVID-19.
Berdasarkan data dari Data dan
Informasi Bencana Indonesia (DIBI), sepanjang tahun 2021 terdapat 2008 kejadian bencana
yang terjadi dengan didominasi oleh bencana hidrometeorologi.
Keseluruhan bencana tersebut telah mengakibatkan 769 jiwa meninggal dunia, 72 orang hilang, dan 583.688 jiwa mengungsi.
Selain itu bencana tersebut juga telah berdampak pada 145.091 rumah, 1.402 fasilitas pendidikan, 356 fasilitas kesehatan, dan 1.251 fasilitas peribadatan rusak akibat
bencana yang terjadi.
Provinsi Jawa Barat menjadi provinsi paling banyak terjadi bencana dengan jumlah 533 kali kejadian yang disusul oleh Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Aceh.
Tantangan penanggulangan bencana semakin kompleks menuntut lembaga bidang penanggulangan bencana harus bekerja lebih ekstra.
Dengan ditetapkannya Peraturan
Presiden (Perpres) No 87 tahun 2020 tentang Rencana Induk Penanggulangan Bencana
Tahun 2020-2044 menjadi pedoman bersama untuk Kementerian/Lembaga, TNI, POLRI, dan Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana. Visi RIPB tahun 2020-2044 adalah Mewujudkan Indonesia Tangguh Bencana untuk Pembangunan Berkelanjutan.
Tangguh bencana bermakna bahwa Indonesia mampu menahan, menyerap, beradaptasi, dan memulihkan diri dari akibat bencana dan perubahan iklim secara tepat
waktu, efektif, dan efisien.
Tercapainya visi ini dibutuhkan demi mewujudkan dan mempertahankan tingkat kinerja pembangunan yang tinggi dan berkelanjutan dalam pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.
Untuk itu dalam rangka membangun kerangka sistem ketahanan bencana (disaster resilience) yang bersifat menyeluruh, yang didukung oleh kapasitas kelembagaan pemerintah, kemitraan lintas pemangku kepentingan, sistem data, ilmu dan teknologi, skema pembiayaan yang beragam, peran serta masyarakat dan kearifan lokal, dan kolaborasi dengan komunitas global, perlu dilakukannya Rapat Koordinasi Nasional Bidang Penanggulangan Bencana pada tahun 2023.
” Maksud dari penyelenggaraan Rakornas PB Tahun 2023 adalah sebagai sarana koordinasi
antar BNPB dan BPBD beserta stakeholder terkait baik pusat maupun daerah dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana,” sebut Andi Syukri.
Sementara tujuannya yaitu,
1. Penguatan kolaborasi dan sinergitas lembaga PB dari level pusat hingga ke daerah.
2. Identifikasi hambatan, tantangan, dan evaluasi capaian program PB di Daerah hingga
tahun 2023.
3. Internalisasi dan penyelarasan rencana program PB Nasional-Provinsi-Kabupaten/ Kota
dan antar daerah tahun 2023 dan 2024.
4. Penyusunan rumusan rencana aksi BNPB-BPBD untuk tahun 2023 dan 2024
5. Sinkronisasi rencana aksi penyusunan Teknokratis RPJMD 2025-2029 terkait
kebencanaan di daerah.
C. TEMA KEGIATAN
Tema kegiatan Rapat Koordinasi Nasional Bidang Penanggulangan Bencana Tahun 2023
adalah “Penguatan Resiliensi Berkelanjutan dalam Menghadapi Bencana”.
Dasar pertimbangan mengambil tema tersebut antara lain:
1. Sebagai tindak lanjut dari Bali Agenda Resilience GPDRR 2022
2. Menjaring mainstreaming isu-isu aktual kebencanaan untuk daerah menghadapi tahun
2024
3. Pengembangan industrialisasi kebencanaan di Indonesia.
(*)