Mapos, Mamuju – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) dibentuk berdasarkan pasal 23E, 23F dan 23G UUD 1945.
Saat ini, BPK ditetapkan dengan undang-undang nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, menggantikan UU nomor 5 tahun 1973 tentang BPK yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan sistem ketatanegaraan.
Kepala Perwakilan BPK Sulbar, Eydu Oktain Panjaitan mengatakan, sebagai landasan operasional untuk melaksanakan tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, ditetapkan UU No 17 tahun 2003 tentang keuangan negara, UU No 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara dan UU No 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Dia mengatakan, BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara serta hasil pemeriksaan BPK RI diserahkan kepada DPR RI, DPD, DPRD dan pemerintah.
“Hasil pemeriksaan yang terindikasi tindak pidana, dilaporkan kepada instansi yang berwenang yakni, Kepolisian, Kejaksaan dan KPK,” ujar Eydu saat menggelar media workshop di aula BPK Sulbar lantai 2, jalan Pattana Endeng, Rangas, Kecamatan Simboro, Kabupaten Mamuju. Kamis (18/10/2018).
Dari segi standar pemeriksaan dan kode etik, lanjut Eydu, merupakan patokan bagi para pemeriksa dalam melakukan tugas pemeriksaannya. Standar pemeriksaan secara dinamis mengikuti perkembangan ketentuan perundang-undangan dan standar pemeriksaan internasional.
“BPK telah menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara sesuai dengan peraturan BPK No 1 tahun 2017,” terang Oyku.
Disamping itu, BPK dalam menetapkan kode etik sesuai dengan peraturan BPK No 3 tahun 2016 yang harus dipatuhi semua anggota BPK dan pemeriksa selama menjalankan tugas.
“Untuk menegakkan kode etik, dibentuk Majelis Kehormatan kode etik BPK yang diatur dalam peraturan BPK No 4 tahun 2016,” tuturnya.
Lebih jauh Eyku menjelaskan, adapun pengelolaan dan tanggung jawab keuangan tahunan, BPK diperiksa oleh akuntan publik yang ditunjuk oleh DPR atas usul BPK dan Menteri Keuangan dan hasil pemeriksaan diserahkan kepada DPR dengan salinan kepada pemerintah untuk penyusunan laporan keuangan dan tanggung jawab keuangan pemerintah pusat.
Untuk menjamin mutu pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara oleh BPK sesuai dengan standar, maka sitem pengendalian mutu BPK ditelaah oleh BPK negara lain yang menjadi anggota organisasi pemeriksa keuangan sedunia (International Organization of Supreme Audit Institutions/INTOSAI).
Menurut Eydu, tugas dan kewenangan BPK tidak hanya pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara/daerah, tetap BPK juga memiliki kewenangan lain seperti,
1. Pemberian pendapat kepada DPRD, Pemerintah Daerah, dan BUMD karena sifat pekerjaannya
2. Pemberian keterangan ahli dalam proses peradilan
3. Penilaian atau penetapan kerugian daerah
4. Pemantauan penyelesaian kerugian daerah
5. Pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan.
Eydu mengatakan, untuk di Sulbar sendiri, hasil dari pemeriksaan BPK atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun 2017 pada enam kabupaten se Sulbar, keseluruhannya telah menghasilkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
“Ini mengalami peningkatan dibanding tahun 2016, dimana satu pemerintah daerah masih mendapatkan Wajar Tanpa Pengecualian (WDP),” sebutnya.
Eydu mengingatkan, opini WTP tidak menjamin, tiadanya tindak kecurangan. Sebab tujuan pemeriksaan keuangan yang dilakukan hanyalah memberikan opini tentang kewajaran penyajian laporan keuangan.
“Jika pemeriksa menemukan adanya kecurangan, praktis hal ini harus diungkap dalam laporan hasil pemeriksaan,” tutup Eydu.
(usman)