Mapos, Mamuju – Angka penderita stunting di Provinsi Sulawesi Barat mencapai 40,38 persen dan menjadi daerah dengan penderita stunting tertinggi kedua di Indonesia. Penduduk sulbar yang diperkirakan berjumlah 1.300.000, 85 persen diantaranya adalah muslim.
Kasi Bina KUA Kemenag Sulbar H. Syamsumarlin, Lc. MA, mengaku, kondisi itu berimbas kepada jumlah kejadian stunting dan hal hal yang lain.
Diungkapkan, Kanwil Kemenag Sulbar sebagai leading sektor si bidang keagamaan melakukan langkah-langkah. Seperti melakukan kerjasama dan MOU lintas sektoral dengan beberapa instansi seperti BKKBN, dinas kesehatan, dinas pendidikan, pemberdayaan perempuan dan anak.
“Dalam 3 tahun terakhir, Kemenag Sulbar intensif melakukan kegiatan suscatin, suspranikah dan bimwin dengan materi materi tentang kesehatan reproduksi dan lain-lain. Kami juga gelar program pendewasaan usia nikah. Kegiatan ini melibatkan semua unsur di KUA kecamatan selaku pelaksana tehnis munakahat di masyarakat,” urai Ketua Komisi Fatwa MUI Sulbar ini melalui WhatsApps Massanger, Kamis malam (10/02/2022).
Dia menambahkan, sosialisasi UU Nomor 16 tahun 2019, secara masip pun sudah dilakukan.
“Termasuk pengawasan terhadap pelaksanaan regulasi dimaksud juga aktif kami laksanakan secara berjenjang. Kerjasama dengan Pengadilan Agama juga intens dilakukan,” katanya.
Di bidang pendidikan, lanjutnya, Kemenag dengan bidang penmadnya bersama Diknas mendorong program kembali ke sekolah. Terutama di daerah-daerah rawan nikah dini.
Menjawab alasan program Kemenag Sulbar belum membuahkan hasil maksimal, Sumarlin mengatakan bahwa menilai tingkat keberhasilan itu relatif. Apalagi baru berjalan beberapa tahun.
“Yang terukur, seperti nikah dini, sudah tidak ada lagi di tingkat KUA. Kalaupun ada, hal tersebut dilakukan secara siri atau nikah ilegal. Secara prinsip, semua program tersebut sudah berjalan. Yang mungkin menjadi kendala, bisa jadi dari sisi tinjauan lain seperti pemenuhan gizi, optimalisasi KB dan lain lain,” kuncinya.
(*)