Mapos, Mamuju – Tanggal 26 September ditetapkan sebagai hari kontrasepsi sedunia. Kampanye ini dilakukan sejak tahun 2007 dengan tujuan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap perilaku seks yang aman melalui penggunaan kontrasepsi.
Di Indonesia, penggunaan kontrasepsi erat kaitannya dengan program keluarga berencana yang mengharapkan setiap perempuan hanya melahirkan paling banyak 2 anak selama hidupnya.
Penggunaan alat kontrasepsi memiliki berbagai macam keuntungan, antara lain memberi waktu pada perempuan untuk mempersiapkan diri menjadi ibu, meningkatkan kesehatan ibu dan anak, mencegah terjadinya penyakit menular seksual serta mencegah terjadinya kehamilan tidak diinginkan.
Kepala Perwakilan BKKBN Sulbar, Hj. Andi Ritamariani mengatakan, maraknya pernikahan dini semakin mendukung terjadinya kejadian kehamilan yang tidak diinginkan.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2017 menunjukkan bahwa 14% dari angka kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh kehamilan tidak diinginkan. Kematian ibu ini dapat disebabkan oleh pilihan aborsi yang diambil oleh perempuan yang mengalami kehamilan tidak diinginkan.
“Tidak hanya menyebabkan kesakitan dan kematian ibu, masalah kehamilan tidak diinginkan juga memberi dampak bagi kehidupan sosial dan perekonomian,” ujarnya saat menggelar konferensi pers di kantornya, jalan Pattana Endeng, Kelurahan Rangas, Kecamatan Simboro, Mamuju. Selasa (16/10/2018).
Rita mencontohkan, misalnya apabila kejadian kehamilan tidak diinginkan ini terjadi pada perempuan usia sekolah yang masih harus menempuh pendidikan. Hal ini tidak hanya menghambat perkembangan pendidikan perempuan tersebut, tetapi juga di masa depan, ketika ia ingin berkontribusi dalam perekonomian keluarganya dengan bekerja. Pekerjaan yang dapat digeluti oleh perempuan tersebut menjadi sangat terbatas karena pendidikan dan kemampuan yang terhambat dikembangkan saat masih muda. Kejadian kehamilan tidak diinginkan ini semakin memperparah isu ketidaksetaraan gender dan kemiskinan.
Menurut Rita, besarnya masalah kehamilan tidak diinginkan ini seharusnya dapat dicegah dengan penggunaan kontrasepsi. Namun, membiasakan remaja dengan istilah kontrasepsi tentu akan menuai kontra di kalangan masyarakat yang menganggap bahwa hal tersebut dapat memicu peningkatan perilaku seks secara bebas di kalangan remaja.
Lebih jauh Rita menjelaskan, saat ini, 28% persen dari penduduk Indonesia merupakan pemuda dan pemudi yang jumlahnya akan terus meningkat seiring dengan bonus demografi yang akan dihadapi Indonesia. Alat kontrasepsi seharusnya tidak hanya dianggap sebagai pendukung kenakalan remaja, khususnya dalam perilaku seks secara bebas.
Generasi penerus bangsa ini seharusnya mendapatkan akses informasi dan konsultasi terkait kesehatan reproduksi pada umumnya dan penggunaan kontrasepsi pada khususnya, sehingga remaja dapat mengambil keputusan dengan tepat berdasarkan informasi yang tepat pula.
Dia mengatakan, peningkatan pengetahuan remaja terkait kesehatan reproduksi bukan hanya menjadi tanggung jawab sebagian pihak, melainkan semua pihak mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat serta pelayanan kesehatan.
“Pemberian materi kesehatan reproduksi tentunya perlu dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan umur dan kebutuhan remaja tersebut,” terangnya.
Menurutnya, hal ini diharapkan dapat memperkecil kemungkinan terbentuknya persepsi yang salah terhadap penggunaan alat kontrasepsi. Pada akhirnya, pemanfaatan kontrasepsi secara tepat diharapkan dapat menuai manfaat secara optimal.
“Kontrasepsi seharusnya dapat menjadi penyelamat generasi penerus bangsa dari penularan penyakit seksual yang membahayakan misalnya, HIV/AIDS dan kanker serviks. Kontrasepsi juga seharusnya menjadi solusi bagi perempuan-perempuan muda yang terjebak dalam pernikahan dini tetapi masih ingin produktif di bidang pendidikan dan pengembangan dirinya,” kata Rita.
Jika pasangan muda dapat menunda atau menjarakkan kehamilan, tentu dapat merasakan manfaat, khususnya pada kesehatan reproduksi mereka ketika menggunakan kontrasepsi sesuai pilihan. Manfaat diantaranya adalah:
• Terjaganya kesehatan reproduksi sehingga meminimalisir risiko penyakit yang berkaitan dengan organ reproduksi, seperti kanker payudara, kanker serviks, dan lain sebagainya,
• Mencegah terjadinya gangguan fisik dan psikologis akibat kehamilan yang tidak direncanakan
• Memiliki persiapan yang matang terkait dengan perencanaan kehamilan
• Dapat meningkatkan kualitas diri dan mewujudkan mimpinya.
(usman)